Embargo bisa diartikan sebagai perwujudan pelarangan
perniagaan ataupun bentuk kegiatan perdagangan lainnya dengan sebuah negara,
pada sebuah negara dan oleh sebuah negara. Sesungguhnya embargo itu sendiri
sejatinya adalah embargo ekonomi, meskipun barang yang dilarang itu bukan
berupa barang komersil, namun tetap saja imbas embargo tersebut akan sampai
kepada terganggunya perekonomian negara yang diembargo tersebut.
Embargo pada hakikatnya adalah sebuah hukuman
politik yang dijatuhkan kepada sebuah negara karena melakukan pelanggaran
terhadap sebuah kebijakan atau aturan yang sebelumnya telah disepakati bersama
oleh beberapa negara termasuk negara yang melanggarnya, termasuk isu kejahatan
ataupun pelanggaran HAM di dalam negara tersebut.
Dalam tulisan ini saya mencoba menguraikan salah
satu contoh kasus embargo yang dialami Iran sejak tahun 1980 oleh Amerika
Serikat.
Berawal satu tahun sebelumnya, dari situasi politik
dan sosial yang tengah mengalami krisis saat itu dimana di Teheran khususnya,
kekacauan terjadi di seantero kota, termasuk peristiwa penyanderaan beberapa
warga asing di kedutaan besar besar Amerika Serikat. Kekacauan terjadi karena
masyarakat Iran sudah jengah dengan pemerintahan Shah Reza Pahlevi yang selama
ini dipandang terlalu dekat dan selalu menuruti dikte Amerika Serikat. Revolusi
tahun 1979 tersebut dipimpin oleh Ayatullah Khomeni.
Revolusi tersebut dianggap sebagai revolusi terbesar
ketiga dalam sejarah setelah revolusi Bolshevik dan Prancis, karena dipandang
sangat hebat. Bagaimana sebuah gerakkan rakyat bisa menumbangkan dinasti
monarki yang juga tentu saja didukung penuh oleh Amerika Serikat selaku rekan
dekat Shah Reza. Kemudian muncullah Ayatullah Khomeni sebagai penguasa baru dan
mendeklarasikan Iran sebagai Republik Islam yang baru.
Disinilah kemarahan Amerika muncul, mereka
menganggap berdirinya Republik Islam Iran sebagai ancaman yang berpotensi akan
mengacaukan hegemon mereka, apalagi rezim yang tumbang tersebut merupakan
sekutu yang pernah dekat.
Setahun paska revolusi dimulai lah berbagai embargo
untuk mengisolasi Iran yang pada akhirnya akan melemahkan perekonomian Iran
bersama rezim barunya. Sampai situasi terakhir, embargo Iran mencakup embargo
persenjataan, militer, investasi, perbankan, asuransi dan transaksi keuangan
lainnya semisal ekspor dan import, juga yang terakhir tentu saja segala sumber
daya energi mereka seperti gas alam, minyak bumi dan lain-lain.
Tentu saja, berbicara mengenai embargo Iran, akan
sangat terasa seperti pepesan kosong jika hanya berbicara embargo mereka
belasan atau puluhan tahun lalu, tanpa membicarakan embargo Iran sekarang ini.
Isu nuklir Iran memang sudah lama menjadi buah bibir
di kalangan masyarakat internasional. Amerika Serikat terutama bersikeras agar
Iran berhenti membangun proyek instalasi nuklirnya karena khawatir akan
menggunakannya sebagai senjata, meskipun Mahmoud Ahmadinejad juga tetap
mengutarakan bahwa proyek nuklirnya hanya digunakan sebagai tujuan damai dan
sebatas kepentingan sumber energi sehari-hari bagi rakyatnya.
Namun pihak Amerika Serikat tetap tidak menerima
itu, dan pada awal tahun 2012, Amerika Serikat mengultimatum Iran dan mengancam
akan menjatuhkan sanksi berupa embargo [lagi] namun kali ini akan lebih ketat
karena akan melibatkan banyak negara. Dan disaat yang hampir bersamaan, Amerika
Serikat berhasil mengajak Uni Eropa untuk ikut mengembargo ekspor minyak dan sumber
daya Iran lainnya yang pelaksanaannya jatuh per 1 Juli 2012.
Selain itu rupanya, agar sanksi terhadap Iran
memberikan efek jera, Uni Eropa berinisiatif untuk membekukan semua aset Bank
Sentral Iran yang ada di Eropa tanpa kecuali. Itu juga termasuk melakukan
penghentian perdagangan emas, perak dan berbagai logam mulia lainnya.
Tentunya tidak cukup dengan Uni Eropa saja, agar
sanksi nya dirasa efektif, Amerika Serikat gencar mengajak para negara besar
Asia seperti Jepang, Korea Selatan, China dan India agar turut melakukan
embargo minyak Iran. Namun ajakan tersebut bukannya tanpa hambatan, Keempatnya
merupakan negara pengimpor minyak Iran terbesar di Asia. China setiap hari nya
mengimpor sekitar 420.000 barel, India 400.000 barel, Jepang 315.000 barel
sedangkan Korea Selatan 240.000 barel. Meskipun beberapa pemimpin Jepang dan
China telah mengiyakan ajakan Amerika Serikat, namun sebagai pemimpin berintegritas
tinggi, mereka harus lebih mementingkan kebutuhan rakyatnya, apalagi minyak
yang merupakan kebutuhan primer.
Sebagai contoh, Korea Selatan belum bisa menyetujui
secara penuh ajakan sanksi terhadap Iran, karena tengah mengerjakan sebuah
proyek pembangunan pipa penyaluran minyak dari Iran utara ke Iran selatan yang
bertujuan untuk memudahkan pengiriman minyak dari Iran, sedangkan India sudah
jelas menolak mengikuti ajakan Amerika Serikat karena memiliki hutang nyaris 10
Miliar dollar AS atas pembelian minyak Iran.
Lagipula embargo terhadap Iran selama puluhan tahun
oleh beberapa negara terutama Amerika Serikat tidak menghantarkan Iran kedalam
situasi buruk yang diinginkan mereka dan sekutunya. Sebaliknya Iran terus
tumbuh sebagai salah satu negara mandiri yang selalu dapat mengembangkan
teknologi serta sumber daya yang dimiliki secara mantap. Malahan, ditengah
ancaman sanksi minyak Iran sekarang ini, Iran bisa leluasa menjual minyaknya ke
negara langganan lainnya dengan inovasi terbaru, semacam potongan harga atau bahkan
secara kredit ringan, dan itu akan semakin menjadikan minyak asal Iran semakin
laris. Mungkin dalam jangka pendek, embargo ini akan berpengaruh, namun tidak
dalam jangka panjang beberapa tahun kedepan.