Minggu, 31 Juli 2011

Sang Terpilih (4)

keterangan gambar : sebuah poster film yang menggambarkan tentang salah satu organisasi rahasia, Skulls and Bones.
Akhirnya Subagyo mendapatkan ide untuk memperlihatkan loyalitasnya kepada “organisasi”, yakni dengan cara berpidatao dalam bahasa Inggris. Memang pasti banyak media dalam negeri akan menilai Subagyo kurang memiliki rasa nasionalis. Namun menurutnya inilah cara yang tidak akan mengundang kecurigaan berlebih kepada dirinya.
Namun bagi beberapa kalangan yang sangat mengerti bagaimana perjuangan mempersatukan Indungsia dengan media mempersatukan bahasa Indungsia sebagai bahasa resmi , hal yang dilakukan Subagyo tersebut seperti menyemprotkan dahak tepat di muka. Apalagi bagi keluarga-keluarga keturunan pejuang yang ikut serta dalam Sumpah Pemudi pada tahun 1928, tingkah Subagyo amat menyakitkan hati. Lagipula secara logika amat tidak bisa diterima, rakyat Indungsia yang memilih dia, mengapa pula Subagyo harus menggunakan bahasa Inggris saat berpidato menyambut kemenangannya.
Subagyo tahu betul bagaimana kritisnya wartawan-wartawan senior di negerinya. Beberapa dari mereka pernah nekat meski dalam rezim Orde Baru terus menyuarakan kritiknya terhadap pemerintah saat itu. Biarpun pada akhirnya mengalami penculikan, namun sampai sekarang sikap kritis mereka dianggap akan membahayakan kursi presidennya. Untuk itulah dia meminta “organisasi” untuk “membereskan” mereka bila suatu waktu menyinggung-nyinggung kenasionalisannya. Dan usul dia pun disetujui oleh “organisasi”.

Sebagai timbal balik sekaligus untuk kepentingannya, “organisasi” memiliki beberapa permintaan lainnya terhadap Subagyo. Diantaranya perubahan undang-undang penanaman modal, undang-undang migas, undang-undang perpajakan, serta undang-undang informasi publik. “Organisasi” meminta Subagyo agar menjamin undang-undang baru tersebut dibuat seliberal mungkin, felksibel dan utamanya sesuai dengan setiap kepentingan “organisasi” yang mengingnkan sumber-sumber alam dan pasar ekonomi dalam negeri bisa sepenuhnya dikuasai oleh bankir-bankir asing yang bertopeng sebagai investor yang ingin memajukan Indungsia. Lalu mengenai undang-undang informasi publik ditujukan agar para investor asing tidak akan kesusahan dalam proses menanamkan modal di Indungsia dan juga menjadikan kemudahan dalam mendapatkan data-data inteligen dalam negeri.
Kemudian agar tujuan “organisasi “ semakin licin, dan agar Subagyo turut serta aktif dalam program “memerangi terorisme”, mereka meminta Subagyo agar membentuk sebuah satuan anti-teror. Dilanjutkan membuat undang-undang anti terorisme yang bertujuan agar negara memiliki kewenangan bertindak terhadap siapa saja yang terduga sebagai pelaku teroris. Adapun satuan anti-teror tersebut biaya operasionalnya ditanggung oleh Australia, sebuah negara boneka dibawah komando “organisasi”. Pelengkapnya, “organisasi” menetapkan seorang “kristen fanatik” sebagai salah satu komandan pimpnan satuan anti-teror tersebut agar tidak segan melakukan tindak kekerasan terhadap tokoh Islam yang dibidik sebagai tersangka teroris.
Sebagaimana pelopornya, George Busah, program “memerangi teror” itu ditujukan untuk menghancurkan Islam sebagai kekuatan yang dianggapnya masih menjadi batu sandungan untuk mencapai tujuan besar mereka. Disamping karena mereka juga jengkel atas pembantaian agen-agen komunis binaan mereka pada 1960-an, mereka membenci Islam karena gerakan-gerakan mereka yang secara gencar menyuarakan anti demokrasi, penyetaraan gender, pergaulan bebas, pornografi dan pornoaksi yang justru terus disebarkan secara intensif oleh agen-agen binaan “organisasi”. Karena hanya dalam masyarkat yang segala tingkah lakunya liberal dan tak terkendalilah “organisasi bisa menancapkan kekuasaannya tanpa terganggu.
Dalam bidang aset dan kekayaan, “organisasi” meminta kursi pemimpin BUMN-BUMN ditempati oleh agen-agen mereka, terutama di bidang perminyakan dan listrik milik negara. Ini sangat penting mengingat proses pencapaian privatisasi terhadap dua BUMN ini telah tertunda beberapa tahun, kecuali perusahaan telekomunikasi yang sudah jatuh ke dalam tangan “organisasi” melalui sebuah sistem penopang teknologi buatan Israel. Beberapa ormas dan LSM-LSM sudah pernah memperingatkan Menkominfo perihal itu, Nikmatul Sepiring, namun dia tetap tidak bergeming.
Semua permintaan “organisasi” tersebut diiyakan oleh Subagyo tanpa keberatan, namun yang membuat dia merasa “terganjal” adalah permintaan “organisasi” perihal dipasangkannya dengan Budiloyo. Seseorang yang sesungguhnya idiot namun oleh media massa malah disebut-sebut sebagai dewa nya ekonomi Indonesia. Memang kurang ajar penyembah berhala dan penganut kebatinan yang taat seperti dia disanjung-sanjung bagaikan dewa.
Awalnya Subagyo agak heran saat beberapa ekonom "oposan", ekonom yang tidak kebagian jabatan di pemerintahan, menjuluki sang "begawan ekonomi" sebagai "teh botol" alias teknokrat bodoh tolol. Itu saat Subagyo menjadi seorang menteri dan Budiloyo menjadi menko perekonomian. Iseng-iseng Subagyo mengetes wawasan ekonomi sang begawan dengan bertanya kepadanya. "Pak, Indonesia adalah negeri yang kaya sumber daya alam dan manusia, mengapa kita tidak pernah bisa maju sebagaimana negara-negara lainnya, dan bagaimana agar kita bisa maju?"
"Anu, eh, begini ...." Lalu Budiloyo nerocos sebagaimana seorang dosen di hadapan mahasiswa fakultas-fakultas ekonomi di Indungsia. Bahwa majunya sebuah negara tergantung pada investasi asing, menjaga suasana kondusif, ........kemiskinan struktural, "rational expectation", ekonometri dan statistik ...... bla bla bla. Tanpa sedikit pun menyentuh kondisi riel.
Meski bukan ahli ekonomi, Subagyo tahu apa yang dikatakan Budilono itu omong kosong semua. Dan itulah yang membuat ia kurang suka padanya. Ia lebih suka orang bodoh tapi menyadari kebodohannya daripada orang bodoh tapi merasa pinter sebagaimana Budiloyo, meskipun di dalam "organisasi" Budiloyo terhitung masih lebih senior dibandingkan dirinya. Ia direkrut setahun sebelum Subagyo. Dengar-dengar dengan umpan seorang tkw bertubuh kurus yang sengaja didatangkan dari Hongkong.

BERSAMBUNG...